Tujuh ribu tahun telah berlalu sejak pertama kali aku lahir, namun aku hanya melihat budak - budak tunduk dan tahanan terbelenggu....

Selasa, 31 Mei 2011

BANGSA KASIHAN


Kasihan bangsa yang memakai pakaian yang tidak ditenunnya,
memakan roti dari gandum yang tidak dituainya
dan meminum anggur yang tidak diperasnya
Kasihan bangsa yang menjadikan orang bodoh menjadi pahlawan,
dan menganggap penindasan penjajah sebagai hadiah.
Kasihan bangsa yang meremehkan nafsu dalam mimpi-mimpinya ketika tidur,
sementara menyerah padanya ketika bangun.

Kasihan bangsa yang tidak pernah angkat suara
kecuali jika sedang berjalan di atas kuburan,
tidak sesumbar kecuali di runtuhan,
dan tidak memberontak kecuali ketika lehernya
sudah berada di antara pedang dan landasan.

Kasihan bangsa yang negarawannya serigala,
falsafahnya karung nasi,
dan senimannya tukang tambal dan tukang tiru.

Kasihan bangsa yang menyambut penguasa barunya
dengan trompet kehormatan namun melepasnya dengan cacian,
hanya untuk menyambut penguasa baru lain dengan trompet lagi.

Kasihan bangsa yang orang sucinya dungu
menghitung tahun-tahun berlalu
dan orang kuatnya masih dalam gendongan.
Kasihan bangsa yang berpecah-belah,
dan masing-masing mengangap dirinya sebagai satu bangsa.
Khalil Gibra

RAHSIA JODOH


Berpasangan engkau telah diciptakan
Dan selamanya engkau akan berpasangan
Bergandingan tanganlah dikau
Hingga sayap-sayap panjang nan lebar lebur dalam nyala
Dalam ikatan agung menyatu kalian

Saling menataplah dalam keharmonian
Dan bukanlah hanya saling menatap ke depan
Tapi bagaimana melangkah ke tujuan semula

Berpasangan engkau dalam mengurai kebersamaan
Kerana tidak ada yang benar-benar mampu hidup bersendirian
Bahkan keindahan syurga tak mampu menghapus kesepian Adam

Berpasangan engkau dalam menghimpun rahmat Tuhan Ya, bahkan bersama
pula dalam menikmatinya
Kerana alam dan kurniaan Tuhan
Terlampau luas untuk dinikmati sendirian

Bersamalah engkau dalam setiap keadaan
Kerana kebahagiaan tersedia, bagi mereka yang menangis
Bagi mereka yang disakiti hatinya, bagi mereka yang mencari,
bagi mereka yang mencuba
Dan bagi mereka yang mampu memahami erti hidup bersama
Kerana mereka itulah yang menghargai pentingnya
orang-orang yang pernah hadir dalam kehidupan mereka

Bersamalah dikau sampai sayap-sayap sang maut meliputimu
Ya, bahkan bersama pula kalian dalam musim sunyi
Namun biarkan ada ruang antara kebersamaan itu
Tempat angin syurga menari-nari diantara bahtera sakinahmu

Berkasih-kasihlah, namun jangan membelenggu cinta
Biarkan cinta mengalir dalam setiap titisan darah
Bagai mata air kehidupan
Yang gemerciknya senantiasa menghidupi pantai kedua jiwa

Saling isilah minumanmu tapi jangan minum dari satu piala
Saling kongsilah rotimu tapi jangan makan dari pinggan yang sama..

Menyanyilah dan menarilah bersama dalam suka dan duka
Hanya biarkan masing-masing menghayati waktu sendirinya
Kerana dawai-dawai biola, masing-masing punya kehidupan sendiri
Walau lagu yang sama sedang menggetarkannya
Sebab itulah simfoni kehidupan
Berikan hatimu namun jangan saling menguasainya

Jika tidak, kalian hanya mencintai pantulan diri sendiri
Yang kalian temukan dalam dia
Dan lagi, hanya tangan kehidupan yang akan mampu merangkulnya

Tegaklah berjajar namun jangan terlampau dekat
Bukankah tiang-tiang candi tidak dibina terlalu rapat?
Dan pohon jati serta pohon cemara
Tidak tumbuh dalam bayangan masing-masing?
Khalil Gibran

IBU


Ibu merupakan kata tersejuk yang dilantunkan oleh bibir - bibir manusia.
Dan "Ibuku" merupakan sebutan terindah.
Kata yang semerbak cinta dan impian, manis dan syahdu yang memancar dari
kedalaman jiwa.

Ibu adalah segalanya. Ibu adalah penegas kita dilaka lara, impian kta dalam
rengsa, rujukan kita di kala nista.
Ibu adalah mata air cinta, kemuliaan, kebahagiaan dan toleransi. Siapa pun
yang kehilangan ibinya, ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasa
merestui dan memberkatinya.

Alam semesta selalu berbincang dalam bahasa ibu. Matahari sebagai ibu bumi
yang menyusuinya melalui panasnya.
Matahari tak akan pernah meninggalkan bumi sampai malam merebahkannya
dalam lentera ombak, syahdu tembang beburungan dan sesungaian.

Bumi adalah ibu pepohonan dan bebungaan. Bumi menumbuhkan, menjaga dan
membesarkannya. Pepohonan
dan bebungaan adalah ibu yang tulus memelihara bebuahan dan bebijian.
Ibu adalah jiwa keabadian bagi semua wujud.
Penuh cinta dan kedamaian.
Khalil Gibran

Minggu, 29 Mei 2011

ALAM & MANUSIA


Aku mendengar anak sungai merintih bagai seorang janda yang menangis
meratapi kematian anaknya dan aku kemudian bertanya, "Mengapa engkau
menangis, sungaiku yang jernih?' Dan sungai itu menjawab, 'Sebab aku
dipaksa mengalir ke kota tempat Manusia merendahkan dan mensia-siakan
diriku dan menjadikanku minuman-minuman keras dan mereka
memperalatkanku bagai pembersih sampah, meracuni kemurnianku dan
mengubah sifat-sifatku yang baik menjadi sifat-sifat buruk."
Dan aku mendengar burung-burung menangis, dan aku bertanya, "Mengapa
engkau menangis, burung-burungku yang cantik?"

Dan salah satu dari burung itu terbang mendekatiku, dan hinggap di hujung
sebuah cabang pohon dan berkata, "Anak-anak Adam akan segera datang di
ladang ini dengan membawa senjata-senjata pembunuh dan menyerang kami
seolah-olah kami adalah musuhnya. Kami sekarang terpisah di antara satu
sama yang lain, sebab kami tidak tahu siapa di antara kami yang bisa selamat
dari kejahatan Manusia. Ajal memburu kami ke mana pun kami pergi."

Kini, matahari terbit dari balik puncak pergunungan, dan menyinari puncak- puncak pepohonan dengan rona mahkota. Kupandangi keindahan ini dan aku bertanya kepada diriku sendiri, 'Mengapa Manusia mesti menghancurkan segala karya yang telah diciptakan oleh alam?'
Khalil Gibran

Rabu, 25 Mei 2011

DUA KEINGINAN


Di keheningan malam, Sang Maut turun atas hadrat Tuhan menuju ke bumi. Ia
terbang melayang-layang di atas sebuah kota dan mengamati seluruh penghuni
dengan tatapan matanya. Ia menyaksikan jiwa-jiwa yang melayang-layang
dengan sayap-sayap mereka, dan orang-orang yang terlena di dalam kekuasaan
Sang Lelap.
Ketika rembulan tersungkur di kaki langit, dan kota itu berubah warna
menjadi hitam kepekatan, Sang Maut berjalan dengan langkah tenang d
celah-celah kediaman - berhati-hati tidak menyentuh apa-apa pun - sehingga
tiba di sebuah istana. Ia masuk melalui pagar besi berpaku tanpa sebarang
halangan dan berdiri di sisi sebuah ranjang , dan tika ia menyentuh dahi si
lena, lelaki itu membuka kelopak matanya dan memandang dengan penuh
ketakutan.

Melihat bayangan Sang Maut di hadapannya, dia menjerit dengan suara
ketakutan bercampur aduk kemarahan, "Pergilah kau dariku, mimpi yang
mengerikan! Pergilah engkau makhluk jahat! Siapakah engkau ini? Dan
bagaimana mungkin kau memasuki istana ini? Apa yang kau inginkan?
Tinggalkan rumah ini dengan segera! Ingatlah, akulah tuan rumah ini. Nyahlah
kau, kalau tidak, kupanggil para hamba suruhanku dan para pengawalku untuk
mencincangmu menjadi kepingan!"
Kemudian Maut berkata dengan suara lembut, tapi sangat menakutkan,
"Akulah kematian, berdiri dan tunduklah padaku."

Dan si lelaki itu menjawab, "Apa yang kau inginkan dariku sekarang, dan
benda apa yang kau cari? Kenapa kau datang ketika urusanku belum selesai?
Apa yang kau inginkan dari orang kaya berkuasa seperti aku? Pergilah sana,
carilah orang-orang yang lemah, dan ambillah dia! Aku ngeri melihat taring-
taringmu yang berdarah dan wajahmu yang bengis, dan mataku sakit menatap
sayap-sayapmu yang menjijikkan dan tubuhmu yang meloyakan."

Namun selepas tersedar, dia menambah dengan ketakutan, "Tidak, tidak,
Maut yang pengampun, jangan pedulikan apa yang telah kukatakan, kerana
rasa takut membuat diriku mengucapkan kata-kata yang sesungguhnya
terlarang. Maka ambillah longgokan emasku semahumu atau nyawa salah
seorang dari hamba-hambaku, dan tinggalkanlah diriku... Aku masih
mempunyai urusan kehidupan yang belum selesai dan berhutang emas dengan
orang. Di atas laut aku memiliki kapal yang belum kembali ke pelabuhan,
permintaanku..jangan ambil nyawaku... Ambillah olehmu barang yang kau
inginkan dan tinggalkanlah daku. Aku punya perempuan simpanan yang
luarbiasa cantiknya untuk kau pilih, Kematian. Dengarlah lagi : Aku punya
seorang putera tunggal yang kusayangi, dialah sumber kegembiraan hidupku.
Kutawarkan dia juga sebagai galang ganti, tapi nyawaku jangan kau cabut dan
tinggalkan diriku sendirian."

Sang Maut itu mengeruh,"Engkau tidak kaya tapi orang miskin yang tak sedar diri." Kemudian Maut mengambil tangan orang hina itu, mencabut nyawanya, dan memberikannya kepada para malaikat di langit untuk menghukumnya.

Dan Maut berjalan perlahan di antara setinggan orang-orang miskin hingga ia
mencapai rumah paling daif yang ia temukan. Ia masuk dan mendekati ranjang
di mana tidur seorang pemuda dengan kelelapan yang damai. Maut menyentuh
matanya, anak muda itu pun terjaga. Dan ketika melihat Sang Maut berdiri di
sampingnya, ia berkata dengan suara penuh cinta dan harapan, "Aku di sini,
wahai Sang Maut yang cantik. Sambutlah rohku, kerana kaulah harapan
impianku. Peluklah diriku, kekasih jiwaku, kerana kau sangat penyayang dan
tak kan meninggalkan diriku di sini. Kaulah utusan Ilahi, kaulah tangan kanan
kebenaran. Bawalah daku pada Ilahi. Jangan tinggalkan daku di sini."

"Aku telah memanggil dan merayumu berulang kali, namun kau tak jua datang. Tapi kini kau telah mendengar suaraku, kerana itu jangan kecewakan cintaku dengan menjauhi diri. Peluklah rohku, Sang Maut yang dikasihi."

Kemudian Sang Maut meletakkan jari-jari lembutnya ke atas bibir yang
bergetar itu, mencabut nyawanya, dan menaruh roh itu di bawah perlindungan
sayap-sayapnya.

Ketika ia naik kembali ke langit, Maut menoleh ke belakang -- ke dunia - dan
dalam bisikan amaran ia berkata, "Hanya mereka di dunia yang mencari
Keabadianlah yang sampai ke Keabadian itu."
(Dari 'Dam'ah Wa Ibtisamah' -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)
Kahlil Gibran

Senin, 23 Mei 2011

PERSAHABATAN


Dan seorang remaja berkata, Bicaralah pada kami tentang Persahabatan.
Dan dia menjawab:

Sahabat adalah keperluan jiwa, yang mesti dipenuhi.
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau tuai dengan penuh
rasa terima kasih.
Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu.
Kerana kau menghampirinya saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa mahu
kedamaian.

Bila dia berbicara, mengungkapkan fikirannya, kau tiada takut membisikkan
kata "Tidak" di kalbumu sendiri, pun tiada kau menyembunyikan kata "Ya".
Dan bilamana dia diam,hatimu berhenti dari mendengar hatinya; kerana tanpa
ungkapan kata, dalam persahabatan, segala fikiran, hasrat, dan keinginan



dilahirkan bersama dan dikongsi, dengan kegembiraan tiada terkirakan.
Di kala berpisah dengan sahabat, tiadalah kau berdukacita;
Kerana yang paling kau kasihi dalam dirinya, mungkin kau nampak lebih jelas
dalam ketiadaannya, bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki, nampak lebih
agung daripada tanah ngarai dataran.

Dan tiada maksud lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya roh
kejiwaan.
Kerana cinta yang mencari sesuatu di luar jangkauan misterinya, bukanlah
cinta , tetapi sebuah jala yang ditebarkan: hanya menangkap yang tiada
diharapkan.

Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu.
Jika dia harus tahu musim surutmu, biarlah dia mengenali pula musim
pasangmu.
Gerangan apa sahabat itu jika kau sentiasa mencarinya, untuk sekadar
bersama dalam membunuh waktu?
Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu!
Kerana dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu.
Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa ria dan
berkongsi kegembiraan..
Kerana dalam titisan kecil embun pagi, hati manusia menemui fajar dan
ghairah segar kehidupan.
Khalil Gibran

KASIH SAYANG DAN PERSAMAAN

Sahabatku yang papa, jika engkau mengetahui, bahawa Kemiskinan yang
membuatmu sengsara itu mampu menjelaskan pengetahuan tentang Keadilan
dan pengertian tentang Kehidupan, maka engkau pasti berpuas hati dengan
nasibmu.

Kusebut pengetahuan tentang Keadilan : Kerana orang kaya terlalu sibuk
mengumpul harta utk mencari pengetahuan. Dan kusebut pengertian tentang
Kehidupan : Kerana orang yang kuat terlalu berhasrat mengejar kekuatan dan
keagungan bagi menempuh jalan kebenaran.

Bergembiralah, sahabatku yang papa, kerana engkau merupakan penyambung
lidah Keadilan dan Kitab tentang Kehidupan. Tenanglah, kerana engkau
merupakan sumber kebajikan bagi mereka yang memerintah terhadapmu, dan
tiang kejujuran bagi mereka yang membimbingmu.

Jika engkau menyedari, sahabatku yang papa, bahawa malang yang menimpamu
dalam hidup merupakan kekuatan yang menerangi hatimu, dan membangkitkan
jiwamu dari ceruk ejekan ke singgahsana kehormatan, maka engkau akan
merasa berpuas hati kerana pengalamanmu, dan engkau akan memandangnya
sebagai pembimbing, serta membuatmu bijaksana.

Kehidupan ialah suatu rantai yang tersusun oleh banyak mata rantai yang
berlainan. Duka merupakan salah satu mata rantai emas antara penyerahan
terhadap masa kini dan harapan masa depan. Antara tidur dan jaga, di luar
fajar merekah.

Sahabatku yang papa, Kemiskinan menyalakan api
keagungan jiwa, sedangkan kemewahan memperlihatkan keburukannya. Duka
melembutkan perasaan, dan Suka mengubati hati yang luka. Bila Duka dan
kemelaratan dihilangkan, jiwa manusia akan menjadi batu tulis yang kosong,
hanya memperlihatkan kemewahan dan kerakusan.

Ingatlah, bahawa keimanan itu adalah peribadi sejati Manusia. Tidak dapat ditukar dengan emas; tidak dapat dikumpul seperti harta kekayaan. Mereka yang mewah sering meminggirkan keimananan, dan mendakap erat emasnya
Orang muda sekarang jangan sampai meninggalkan Keimananmu, dan hanya
mengejar kepuasan diri dan kesenangan semata. Orang-orang papa yang
kusayangi, saat bersama isteri dan anak sekembalinya dari ladang merupakan
waktu yang paling mesra bagi keluarga, sebagai lambang kebahagiaan bagi
takdir angkatan yang akan datang. Tapi hidup orang yang senang bermewah-
mewahan dan mengumpul emas, pada hakikatnya seperti hidup cacing di dalam
kuburan. Itu menandakan ketakutan.

Air mata yang kutangiskan, wahai sahabatku yang papa, lebih murni daripada
tawa ria orang yang ingin melupakannya, dan lebih manis daripada ejekan
seorang pencemuh. Air mata ini membersihkan hati dan kuman benci, dan
mengajar manusia ikut merasakan pedihnya hati yang patah.

Benih yang kautaburkan bagi si kaya, dan akan kau tuai nanti, akan kembali
pada sumbernya, sesuai dengan Hukum Alam. Dan dukacita yang kausandang,
akan dikembalikan menjadi sukacita oleh kehendak Syurga. Dan angkatan
mendatang akan mempelajari Dukacita dan Kemelaratan sebagai pelajaran
tentang Kasih Sayang dan Persamaan.
(Dari 'Suara Sang Guru')
Khalil Gibran

KEHIDUPAN



Engkau dibisiki bahawa hidup adalah kegelapan
Dan dengan penuh ketakutan
Engkau sebarkan apa yang telah dituturkan padamu
penuh kebimbangan

Kuwartakan padamu bahawa hidup adalah kegelapan
jika tidak diselimuti oleh kehendak
Dan segala kehendak akan buta bila tidak diselimuti pengetahuan
Dan segala macam pengetahuan akan kosong
bila tidak diiringi kerja
Dan segala kerja hanyalah kehampaan
kecuali disertai cinta

Maka bila engkau bekerja dengan cinta
Engkau sesungguhnya tengah menambatkan dirimu
Dengan wujudnya kamu, wujud manusia lain
Dan wujud Tuhan.
Khalil Gibra

Minggu, 22 Mei 2011

MIMPI



Kala malam datang dan rasa kantuk membentangkan selimutnya di wajah bumi,
aku bangun dan berjalan ke laut, "Laut tidak pernah tidur, dan dalam
keterjagaannya itu laut menjadi penghibur bagi jiwa yang terjaga.",

Ketika aku sampai di pantai, kabus dari gunung menjuntaikan kakinya seperti selembar jilbab yang menghiasi wajah seorang gadis. Aku melihat ombak yang berdeburan. Aku mendengar puji-pujiannya kepada Tuhan dan bermeditasi di atas kekuatan abadi yang tersembunyi di dalam ombak-ombak itu - kekuatan yang lari bersama angin, mendaki gunung, tersenyum lewat bibir sang mawar dan menyanyi dengan desiran air yang mengalir di parit-parit.

Lalu aku melihat tiga Putera Kegelapan duduk di atas sebongkah batu. Aku menghampirinya seolah-olah ada kekuatan yang menarikku tanpa aku dapat melawannya.

Aku berhenti beberapa langkah dari Putera Kegelapan itu seakan-akan ada
tenaga magis yang menahanku. Saat itu, salah satunya berdiri dan dengan
suara yang seolah berasal dari dalam laut ia berkata:
"Hidup tanpa cinta ibarat pohon yang tidak berbunga dan berbuah. Dan cinta
tanpa keindahan seperti bunga tanpa aroma semerbak dan seperti buah tanpa
biji. Hidup, cinta dan keindahan adalah tiga dalam satu, yang tidak dapat
dipisahkan ataupun diubah."

Putera kedua berkata dengan suara bergema seperti air terjun,"Hidup tanpa
berjuang seperti empat musim yang kehilangan musim bunganya. Dan
perjuangan tanpa hak seperti padang pasir yang tandus. Hidup, perjuangan
dan hak adalah tiga dalam satu yang tidak dapat dipisahkan ataupun diubah."
Kemudian Putera ketiga membuka mulutnya seperti dentuman halilintar :

"Hidup tanpa kebebasan seperti tubuh tanpa jiwa, dan kebebasan tanpa akal
seperti roh yang kebingungan. Hidup, kebebasan dan akal adalah tiga dalam
satu, abadi dan tidak pernah sirna."
Selanjutnya ketiga-tiganya berdiri dan berkata dengan suara yang
menggerunkan sekali:
'Itulah anak-anak cinta,
Buah dari perjuangan,
Akibat dari kebebasan,
Tiga manifestasi Tuhan,
Dan Tuhan adalah ungkapan
dari alam yang bijaksana.'
Saat itu diam melangut, hanya gemersik sayap-sayap yang tak nampak dan
getaran tubuh-tubuh halus yang terus-menerus.

Aku menutup mata dan mendengar gema yang baru saja berlalu. Ketika aku
membuka mataku, aku tidak lagi melihat Putera-Putera Kegelapan itu, hanya
laut yang dipeluk halimunan. Aku duduk, tidak memandang apa-apa pun kecuali
asap dupa yang menggulung ke syurga.
Khalil Gibran

PENYAIR



Dia adalah rantai penghubung
Antara dunia ini dan dunia akan datang
Kolam air manis buat jiwa-jiwa yang kehausan,
Dia adalah sebatang pohon tertanam
Di lembah sungai keindahan
Memikul bebuah ranum
Bagi hati lapar yang mencari.

Dia adalah seekor burung 'nightingale'
Menyejukkan jiwa yang dalam kedukaan
Menaikkan semangat dengan alunan melodi indahnya

Dia adalah sepotong awan putih di langit cerah
Naik dan mengembang memenuhi angkasa.
Kemudian mencurahkan kurnianya di atas padang kehidupan. Membuka kelopak
mereka bagi menerima cahaya.

Dia adalah malaikat diutus Yang Maha Kuasa mengajarkan Kalam Ilahi.
Seberkas cahaya gemilang tak kunjung padam.
Tak terliput gelap malam
Tak tergoyah oleh angin kencang
Ishtar, dewi cinta, meminyakinya dengan kasih sayang
Dan, nyanyian Apollo menjadi cahayanya.

Dia adalah manusia yang selalu bersendirian,
hidup serba sederhana dan berhati suci
Dia duduk di pangkuan alam mencari inspirasi ilham
Dan berjaga di keheningan malam,
Menantikan turunnya ruh
Dia adalah si tukang jahit yang menjahit benih hatinya di ladang kasih sayang
dan kemanusiaan menyuburkannya

Inilah penyair yang dipinggirkan oleh manusia
pada zamannya,
Dan hanya dikenali sesudah jasad ditinggalkan
Dunia pun mengucapkan selamat tinggal dan kembali ia pada Ilahi


Inilah penyair yang tak meminta apa-apa
dari manusia kecuali seulas senyuman
Inilah penyair yang penuh semangat dan memenuhi
cakerawala dengan kata-kata indah
Namun manusia tetap menafikan kewujudan keindahannya

Sampai bila manusia terus terlena?
Sampai bila manusia menyanjung penguasa yang
meraih kehebatan dgn mengambil kesempatan??
Sampai bila manusia mengabaikan mereka yang boleh memperlihatkan
keindahan pada jiwa-jiwa mereka
Simbol cinta dan kedamaian?

Sampai bila manusia hanya akan menyanjung jasa org yang sudah tiada?
dan melupakan si hidup yg dikelilingi penderitaan
yang menghambakan hidup mereka seperti lilin menyala
bagi menunjukkan jalan yang benar bagi orang yang lupa

Dan oh para penyair,
Kalian adalah kehidupan dalam kehidupan ini:
Telah engkau tundukkan abad demi abad termasuk tirainya.

Penyair..
Suatu hari kau akan merajai hati-hati manusia
Dan, kerana itu kerajaanmu adalah abadi.
Penyair..periksalah mahkota berdurimu..kau akan menemui kelembutan di
sebalik jambangan bunga-bunga Laurel...
(Dari 'Dam'ah Wa Ibtisamah' -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)
Kahlil Gibran

Minggu, 15 Mei 2011

ANAK



Dan seorang perempuan yang menggendong bayi dalam dakapan dadanya
berkata, Bicaralah pada kami perihal Anak.

Dan dia berkata:
Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka dilahirkan melalui engkau tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu

Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan fikiranmu
Kerana mereka memiliki fikiran mereka sendiri
Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh mereka, tapi bukan jiwa mereka
Kerana jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau
kunjungi meskipun dalam mimpi
Engkau bisa menjadi seperti mereka, tapi jangan cuba menjadikan mereka
sepertimu
Kerana hidup tidak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu

Engkau adalah busur-busur tempat anakmu menjadi anak-anak panah yang
hidup diluncurkan
Sang pemanah telah membidik arah keabadian, dan ia merenggangkanmu
dengan kekuatannya, sehingga anak-anak panah itu dapat meluncur dengan
cepat dan jauh.
Jadikanlah tarikan tangan sang pemanah itu sebagai kegembiraan
Sebab ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang, maka ia juga
mencintai busur teguh yang telah meluncurkannya dengan sepenuh kekuatan.
(Dari 'Cinta, Keindahan, Kesunyian')
Kahlil Gibran

Selasa, 26 April 2011

Pandangan Pertama


Itulah saat yang memisahkan aroma kehidupan dari kesadarannya.
Itulah percikan api pertama yang menyalakan wilayah-wilayah jiwa.
Itulah nada magis pertama yang dipetik dari dawai-dawai perak hati manusia.

Itulah saat sekilas yang menyampaikan pada telinga jiwa tentang risalah hari-hari
yang telah berlalu dan mengungkapkan karya kesadaran yang dilakukan
malam, menjadikan mata jernih melihat kenikmatan di dunia dan menjadikan
misteri-misteri keabadian di dunia ini hadir.

Itulah benih yang ditaburan oleh Ishtar, dewi cinta, dari suatu tempat yang tinggi.
Mata mereka menaburkan benih di dalam ladang hati, perasaan
memeliharanya, dan jiwa membawanya kepada buah-buahan.
Pandangan pertama kekasih adalah seperti roh yang bergerak di permukaan
air mengalir menuju surga dan bumi.
Pandangan pertama dari sahabat
kehidupan menggemakan kata-kata Tuhan, "Jadilah, maka terjadilah ia"

Kahlil Gibran

Perjamuan Jiwa


BANGUNLAH, Cintaku. Bangun! karena jiwaku mengelu-elukanmu dari dasar laut, dan menawarkan padamu sayap-sayap di atas gelombang yang mengamuk
Bangunlah, kerana sunyi telah menghentikan derap kaki kuda dan langkah para pejalan kaki.

Rasa kantuk telah memeluk roh setiap laki-laki, sementara aku terbangun sendiri, rasa rindu membukakan kertas surat tidurku.
Cinta membawaku dekat denganmu, namun kebimbangan melemparkan diriku menjauh darimu.

Aku telah membuang bukuku, kerana keluhku mengunci kata-kata dan desah nafasku meninggalkan tempat tidurku, Cintaku, kerana takut pada hantu lupa yang berada di balik selimut.
Aku telah membuang bukuku, kerana keluhku mengunci kata-kata dan desah nafasku meninggalkan halaman buku yang kosong di depan mataku!
Bangun, bangunlah, Cintaku dan dengar diriku!
Aku mendengarkanmu, Cintaku! Aku mendengar panggilanmu dari lautan lepas dan merasakan lembutnya sentuhan sayapmu. Aku telah jauh dari ranjangku, beranjak ke tanah lapang, hingga embun membasahi kaki dan bajuku. Di sinilah aku berdiri, dibawah bunga-bunga pohon badam, memenuhi panggilan jiwamu.


Bicaralah padaku, Cintaku, dan biarkan nafasmu menghirup angin gunung yang datang padaku dari lembah-lembah Lebanon. Bicaralah. Tak ada yang akan mendengar selain diriku. Malam telah melarutkan semua manusia ditempat tidurnya.
Surga telah menyulam cahaya rembulan dan menghamparkannya ke seluruh daratan Lebanon, Cintaku.
Surga telah meriasnya dengan bayangan malam, jubah tebal membentang dihembus asap dari cerobong kain, dihembus nafas kemari, dan mengelarnya di telapak kota, Cintaku.


Para penduduk telah pulas menganyam mimpi di ubun-ubunnya di tengah pohon-pohon kenari. Jiwa mereka mempercepatkan langkah mengejar negeri mimpi, Cintaku.
Lelaki-lelaki lunglai menggendong emas, dan tebing curam yang akan dilalui melemaskan lutut mereka. Mata mereka mengantuk kerana dililit kesulitan dan ketakutan. Mereka melemparkan tubuh ke tempat tidur sebagai tempat berlindung dari hantu-hantu yang menakutkan dan mengerikan, Cintaku.
Hantu-hantu dari masa lalu berkeliaran di lembah-lembah. Jiwa para raja melintasi bukit-bukit. Pikiranku yang berhias kenangan menyingkap kekuatan bangsa Chaldea, kemegahan Arab.


Di lorong-lorong gelap, jiwa-jiwa pencuri yang tegap berjalan, muncung-muncung nafsu ular berbisa muncul dari celah-celah benteng, dan rasa sakit berdengung kematian, muntah-muntah sepanjang jalan. Kenangan menyingkap tabir kelupaan dari mataku dan nampaklah Sodom yang menjijikkan, serta dosa-dosa Gomorah.


Ranting-ranting berayun-ayun, Cintaku, dan desirnya bertemu dengan alunan anak sungai di lembah. Syair-syair Sulaiman, nada kecapi Daud dan lagu Ishak Al-Mausaili terngiang-ngiang di telinga kami.
Jiwa anak-anak yang lapar di penginapan menggelupur, ibunya mengeluh di atas kamar kesedihan, dan kekecewaan telah jatuh dari langit. Mimpi-mimpi kebimbangan melanda hati yang lemah. Aku mendengar rintihan pahitnya.
Semerbak bunga melambai seiring nafas pohon-pohon cedar. Terbawa angin sepoi-sepoi menuju perbukitan, harum itu mengisi jiwa dengan kasih sayang dan meniupkan kerinduan untuk terbang.


Tetapi racun dari rawa-rawa juga berkelana mengepul bersama penyakit. Seperti panah rahasia yang tajam, racun itu telah menembusi perasaan dan meracuni udara.

Tanpa kusadari matahari telah mengilaukan cahaya pagi, Cintaku, dan jari-jari timur yang lentik menimang mata-mata orang yang terlelap. Cahaya itu memaksa mereka untuk membuka daun jendela dan menyelak hati dan kemenangan. Desa-desa, yang sedang tertidur dalam damai dan tenang di pundak-pundak lembah, bangun, loceng-loceng berdenting memenuhi angkasa sebagai panggilan untuk mula berdoa. Dan dari gua-gua, gema-gema juga berdengung, seolah-olah seluruh alam sedang berdoa bersama-sama dengan khusyuknya. Anak-anak sapi telah keluar dari kandangnya, biri-biri dan kambing meninggalkan bangsalnya untuk menuai rumput yang berembun dan berkilatan cahaya. Penggembalanya mengikuti dari belakang sambil mengamatinya di balik lelalang. Di belakangnya lagi gadis-gadis bernyanyi seperti burung menyambut pagi.

Kini tangan siang hari yang perkasa terbaring di atas kota. Tirai telah diselak dari jendela dan pintu pun terbuka. Mata yang penat dan wajah lesu para penjahit telah siap di tempat kerjanya. Mereka merasakan kematian telah melanggar batas kehidupan mereka, dan riak muka yang layu mempamerkan ketakutan dan kekecewaan. Di jalanan padat dengan jiwa-jiwa yang tamak dan tergesa-gesa, dan di mana-mana terdengar desingan besi, pusingan roda dan siulan angin. Kota telah menjadi arena pertempuran di mana yang kuat menindas yang lemah dan si kaya mengeksploitasi dan menguasai si miskin.

Betapa indah hidup ini, Cintaku, seperti hati penyair yang penuh dengan cahaya dan kelembutan hati.
Dan betapa kerasnya hidup ini, Cintaku, seperti dada penjahat, yang berdebar-debar karena selalu merasa bimbang dan takut.

Sayap-Sayap Patah


Namun, sekarangkah saatnya kehidupan akan memisahkan kita agar engkau bisa memperoleh keagungan seorang lelaki dan aku kewajiban seorang perempuan?
Untuk inikah maka lembah menelan nyanyian burung bul-bul ke dalam relung-relungnya, dan angin memporakporandakan daun-daun mahkota bunga mawar, dan kaki-kaki menginjak-injak piala anggur?

Sia-siakah segala malam yang kita lalui bersama dalam cahaya rembulan di bawah pohon melati, tempat dua jiwa kita menyatu?

Apakah kita terbang dengan gagah perkasa menuju bintang-bintang hingga lelah sayap-sayap kita, lalu sekarang kita turun ke dalam jurang?

Atau tidurkah cinta ketika ia mendatangi kita, lalu, ketika ia terbangun, menjadi marah dan memutuskan untuk menghukum kita?

Ataukah jiwa-jiwa kita mengubah angin malam yang sepoi menjadi angin ribut yang mengoyak-ngoyak kita menjadi berkeping-keping dan meniup kita bagai debu ke dasar lembah? Kita tak melanggar perintah apa pun; kita pun tak mencicipi buah terlarang; lalu apa yang memaksa kita meninggalkan sorga ini?

Kita tidak pernah berkomplot atau menggerakkan pemberontakan, lalu mengapa sekarang terjun ke neraka?

Tidak, tidak, saat-saat yang menyatukan kita lebih agung daripada abad-abad yang berlalu, dan cahaya yang menerangi jiwa-jiwa kita lebih perkasa daripada kegelapan; dan jika sang prahara memisahkan kita di lautan yang buas ini, sang bayu akan menyatukan kita di pantai yang tenang, dan jika hidup ini membantai kita, maut akan menyatukan kita lagi.

Hati nurani seorang wanita tak berubah oleh waktu dan musim; bahkan jika mati abadi, hati itu takkan hilang musnah. Hati seorang wanita laksana sebuah padang yang berubah jadi medan pertempuran; sesudah pohon-pohon ditumbangkan dan rerumputan terbakar dan batu-batu karang memerah oleh darah dan bumi ditanami dengan tulang-tulang dan tengkorak-tengkorak, ia akan tenang dan diam seolah tak ada sesuatu pun terjadi karena musim semi dan musim gugur datang pada waktunya dan memulai pekerjaannya...

Kahlil Gibran

Kehidupan Sebuah Cinta ..... MUSIM BUNGA


Marilah, sayang, mari berjalan menjelajahi perbukitan,
Salju telah cair dan Kehidupan telah terjaga dari lelapnya
dan kini mengembara menyusuri pegunungan dan lembah-lembah,
Mari kita ikut jejak-jejak Musim Bunga, yang melampaui
Ladang-ladang jauh, dan mendaki puncak-puncak perbukitan
'Tuk menadah ilham dari aras ketinggian,
Di atas hamparan ngarai nan sejuk kehijauan.

Fajar Musim Bunga telah mengeluarkan pakaiannya
dari lipatan simpanan, dan menyangkutnya
pada pohon pic dan sitrus , dan mereka kelihatan bagai pengantin dalam upacara tradisi Malam Kedre..

Sulur-sulur daun anggur saling berpelukan bagai kekasih
Air kali pun lincah berlompatan menari ria,
Di sela-sela batuan, menyanyikan lagu riang.

Dan bunga-bunga bermekaran dari jantung alam,
Laksana buih-buih bersemburan, dari kalbu lautan

Kemarilah, sayang: mari meneguk sisa air mata
musim dingin, dari gelas kelopak bunga lili,
Dan menenangkan jiwa, dengan gerimis nada-nada
Curahan simfoni burung-burung yang berkicauan
dan berkelana riang dalam bayu mengasyikkan

Mari duduk di batu besar itu, tempat bunga violet
berteduh dalam persembunyian, dan meniru
Kemanisan mereka dalam pertukaran kasih rindu.

MUSIM PANAS


Mari pergi ke ladang, kekasihku, karena
Musim menuai telah tiba, dan cahaya surya
Telah memanggang gandum kekuning-kekuningan.

Mari kita mengerjakan hasil bumi, sebagaimana semangat kegembiraan menyuburkan butir gandum
Dari benih cinta-kasih, yang tertanam dalam sanubari.
Mari mengisi karung kita dengan limpahan hasil bumi
bagai kehidupan mengisi penuh rongga hati,
Dengan harta kekayaan tak terperi,
Mari, jadikan bunga-bunga alas tilam kita
Dan langit biru selimut kita
Sandarkan kepala di bantal harum jerami,
Mari kita berehat setelah bekerja sepanjang hari,
Sambil mendengar bisik gemercik air sungai yang menyanyi.

MUSIM GUGUR


kita pergi memetik anggur di perkebunan
Dan memerah sari buah segar
Dan menyimpannya di jambangan tua
Sebagaimana jiwa menyimpan ilmu pengetahuan
Abad-abad lalu, dalam gedung keabadian.

Dan sekarang mari pulang, karena sang bayu telah
Menerbangkan daun-daun kuning dan memutarkan bunga-bunga layu
Yang membisikkan dendang kematian pada Musim Gugur
Mari pulang, kekasihku abadi, karena burung-burung
Telah terbang bagi perjalanan migrasi menuju kehangatan
Meninggalkan padang yang dingin dan kesepian.
Bunga mirtel dan melati pun telah lama
Mengeringkan air matanya.

Mari kembali, sebab anak sungai yang sayu
Telah kehabisan lagu, dan sumber air yang lincah
Telah membisu, enggan mengucapkan kata perpisahan.
Sedang bukit-bukit tua telah mulai melipat
pakaiannya yang berwarna-warni.

Mari, kekasihku; Alam telah letih,
Ia bersemangat melambaikan selamat tinggal
Dengan dendangan sayup dan ketenangan

MUSIM DINGIN


Dekatlah ke mari,oh teman sepanjang hidupku,
Dekatlah padaku, dan jangan biarkan sentuhan Musim Dingin,
Mencelah di antara kita. Duduklah disampingku di depan tungku,
Sebab nyalaan api adalah satu-satunya nyawa musim ini.

Bicaralah padaku tentang kekayaan hatimu,
Yang jauh lebih besar daripada unsur Alam yang menggelodak
Di luar pintu.
Palanglah pintu dan patri engselnya,
Sebab wajah angkasa menekan semangatku
Dan pemandangan ladang-ladang salju
Menimbulkan tangis dalam jiwaku.

Tuangkan minyak ke dalam lampu, jangan biarkan ia pudar,
Letakkan dekat wajahmu, supaya aku dapat membaca dalam tangis
Apa yang telah ditulis pada wajahmu
Tentang kehidupan kau bersamaku..

Berilah aku anggur Musim Gugur, dan mari minum bersama
Sambil mendendangkan lagu kenangan pada gairah Musim Bunga
Dan layanan hangat Musim Panas, serta anugerah
tuaian dari Musim Gugur.

Dekatlah padaku, oh kekasih jiwaku; api mendingin dalam tungku,
Menyelinap padam nyalanya satu-satu, dari timbunan abu
Dekaplah aku, sebab aku ngeri akan kesepian.
Lampu meredup, dan anggur minuman membuat mata sayu mengatup.
Mari kita saling berpandangan, sebelum mata tertutup.

Cari aku dengan rabaan, temui aku dalam pelukan
Lalu biarkan kabut malam merangkul jiwa kita menjadi satu
Kecuplah aku, kekasihku, karena Musim Dingin,
Telah merenggut segala, kecuali bibir yang berkata:
Engkau dalam dekapan, oh Kekasihku Abadi,
Betapa dalam dan kuat samudera lelap,
Dan betapa cepatnya subuh...

(Dari 'Dam'ah Wa Ibtisamah' -Setitis Air Mata Seulas Sen

Kekasihku Layla


Kemarilah, kekasihku.
Kemarilah Layla, dan jangan tinggalkan aku.
Kehidupan lebih lemah daripada kematian, tetapi kematian lebih lemah daripada cinta...

Engkau telah membebaskanku, Layla, dari siksaan gelak tawa dan pahitnya anggur itu.
Izinkan aku mencium tanganmu, tangan yang telah memutuskan rantai-rantaiku.

Ciumlah bibirku, ciumlah bibir yang telah mencoba untuk membohongi dan yang telah menyelimuti rahasia-rahasia hatiku.

Tutuplah mataku yang meredup ini dengan jari-jemarimu yang berlumuran darah.
Ketika jiwaku melayang ke angkasa, taruhlah pisau itu di tangan kananku dan katakan pada mereka bahwa aku telah bunuh diri karena putus asa dan cemburu.

Aku hanya mencintaimu, Layla, dan bukan yang lain, aku berpikir bahwa tadi lebih baik bagiku untuk mengorbankan hatiku, kebahagiaanku, kehidupanku daripada melarikan diri bersamamu pada malam pernikahanmu.

Ciumlah aku, kekasih jiwaku... sebelum orang-orang melihat tubuhku...
Ciumlah aku... ciumlah, Layla...

Ciuman Pertama


Itulah tegukan pertama dari cawan yang telah diisi oleh para dewa dari air pancuran cinta.

Itulah batas antara kebimbangan yang menghiburkan dan menyedihkan hati dengan takdir yang mengisinya dengan kebahagiaan.
Itulah baris pembuka dari suatu puisi kehidupan , bab pertama dari suatu novel tentang manusia.
Itulah tali yang menghubungkan pengasingan masa lalu dengan kejayaan masa depan.


Ciuman pertama menyatukan keheningan perasaan-perasaan dengan nyanyian-nyanyiannya.
Itulah satu kata yang diucapkan oleh sepasang bibir yang menyatukan hati sebagai singgasana, cinta sebagai raja, kesetiaan sebagai mahkota.

Itulah sentuhan lembut yang mengungkapkan bagaimana jari-jemari angin mencumbui mulut bunga mawar, mempesonakan desah nafas kenikmatan panjang dan rintihan manis nan lirih.
Itulah permulaan getaran-getaran yang memisahkan kekasih dari dunia ruang dan matra dan membawa mereka kepada ilham dan impian-impian.

Ia memadukan taman bunga berbentuk bintang-bintang dengan bunga buah delima, menyatukan dua aroma untuk melahirkan jiwa ketiga.

Jika pandangan pertama adalah seperti benih yang ditaburkan para dewa di ladang hati manusia, maka ciuman pertama mengungkapkan bunga pertama yang mekar pada ranting pohon cabang pertama kehidupan.

Puisi Cinta Kahlil Gibran (III)


Kemarin aku berdiri berdekatan pintu gerbang sebuah rumah ibadat dan bertanya kepada manusia yang lalu-lalang di situ tentang misteri dan kesucian cinta.
Seorang lelaki setengah baya menghampiri, tubuhnya rapuh wajahnya gelap. Sambil mengeluh dia berkata, "Cinta telah membuat suatu kekuatan menjadi lemah, aku mewarisinya dari Manusia Pertama."

Seorang pemuda dengan tubuh kuat dan besar menghampiri. Dengan suara bagai menyanyi dia berkata, "Cinta adalah sebuah ketetapan hati yang ditumbuhkan dariku, yang rnenghubungkan masa sekarang dengan generasi masa lalu dan generasi yang akan datang.'

Seorang wanita dengan wajah melankolis menghampiri dan sambil mendesah, dia berkata, 'Cinta adalah racun pembunuh, ular hitam berbisa yang menderita di neraka, terbang melayang dan berputar-putar menembusi langit sampai ia jatuh tertutup embun, ia hanya akan diminum oleh roh-roh yang haus. Kemudian mereka akan mabuk untuk beberapa saat, diam selama satu tahun dan mati untuk selamanya.'

Seorang gadis dengan pipi kemerahan menghampiri dan dengan tersenyum dia berkata, "Cinta itu laksana air pancuran yang digunakan roh pengantin sebagai siraman ke dalam roh orang-orang yang kuat, membuat mereka bangkit dalam doa di antara bintang-bintang di malam hari dan senandung pujian di depan matahari di siang hari.'

Setelah itu seorang lelaki menghampiri. Bajunya hitam, janggutnya panjang dengan dahi berkerut, dia berkata, "Cinta adalah ketidakpedulian yang buta. la bermula dari penghujung masa muda dan berakhir pada pangkal masa muda.'

Seorang lelaki tampan dengan wajah bersinar dan dengan bahagia berkata, 'Cinta adalah pengetahuan surgawi yang menyalakan mata kita. Ia menunjukkan segala sesuatu kepada kita seperti para dewa melihatnya.'

Seorang bermata buta menghampiri, sambil mengetuk-ngetukkan tongkatnya ke tanah dan dia kemudian berkata sambil menangis, 'Cinta adalah kabus tebal yang menyelubungi gambaran sesuatu darinya atau yang membuatnya hanya melihat hantu dari nafsunya yang berkelana di antara batu karang, tuli terhadap suara-suara dari tangisnya sendiri yang bergema di lembah-lembah.'

Seorang pemuda, dengan membawa sebuah gitar menghampiri dan menyanyi, 'Cinta adalah cahaya ghaib yang bersinar dari kedalaman kehidupan yang peka dan mencerahkan segala yang ada di sekitarnya. Engkau bisa melihat dunia bagai sebuah perarakan yang berjalan melewati padang rumput hijau. Kehidupan adalah bagai sebuah mimpi indah yang diangkat dari kesedaran dan kesedaran.'

Seorang lelaki dengan badan bongkok dan kakinya bengkok bagai potongan-potongan kain menghampiri. Dengan suara bergetar, dia berkata, "Cinta adalah istirahat panjang bagi raga di dalam kesunyian makam, kedamaian bagi jiwa dalam kedalaman keabadian.’

Seorang anak kecil berumur lima tahun menghampiri dan sambil tertawa dia berkata, "Cinta adalah ayahku, cinta adalah ibuku. Hanya ayah dan ibuku yang mengerti tentang cinta."

Waktu terus berjalan. Manusia terus-menerus melewati rumah ibadat. Masing-masing mempunyai pandangannya tersendiri tentang cinta. Semua menyatakan harapan-harapannya dan mengungkapkan misteri-misteri kehidupannya

Puisi Cinta Kahlil Gibran (II)


Mereka berkata tentang serigala dan tikus
Minum di sungai yang sama
Di mana singa melepas dahaga

Mereka berkata tentang helang dan hering
Menghujam paruhnya ke dalam bangkai yg sama
Dan berdamai - di antara satu sama lain,
Dalam kehadiran bangkai - bangkai mati itu


Oh Cinta, yang tangan lembutnya
mengekang keinginanku
Meluapkan rasa lapar dan dahaga
akan maruah dan kebanggaan,
Jangan biarkan nafsu kuat terus menggangguku
Memakan roti dan meminum anggur
Menggoda diriku yang lemah ini
Biarkan rasa lapar menggigitku,
Biarkan rasa haus membakarku,
Biarkan aku mati dan binasa,
Sebelum kuangkat tanganku
Untuk cangkir yang tidak kau isi,
Dan mangkuk yang tidak kau berkati

Kematian


[[Berkas:KhalilGibranMemorial01.jpg|thumb|Memorial Kahlil Gibran di [[Washington, D.C.]]]]
Pada tanggal 10 April 1931 jam 11.00 malam, Gibran meninggal dunia. Tubuhnya memang telah lama digerogoti [[sirosis hepatis]] dan [[tuberkulosis]], tapi selama ini ia menolak untuk dirawat di rumah sakit. Pada pagi hari terakhir itu, dia dibawa ke [[St. Vincent's Hospital]] di Greenwich Village.
Hari berikutnya Marianna mengirim telegram ke Mary di [[Savannah, Georgia|Savannah]] untuk mengabarkan kematian penyair ini. Meskipun harus merawat suaminya yang saat itu juga menderita sakit, Mary tetap menyempatkan diri untuk melayat Gibran.

Jenazah Gibran kemudian dikebumikan tanggal [[21 Agustus]] di [[Mar Sarkis]], sebuah [[biara]] [[Karmelit]] di mana Gibran pernah melakukan [[ibadah]].

Sepeninggal Gibran, Barbara Younglah yang mengetahui seluk-beluk studio, warisan dan tanah peninggalan Gibran. Juga secarik kertas yang bertuliskan, "Di dalam hatiku masih ada sedikit keinginan untuk membantu dunia Timur, karena ia telah banyak sekali membantuku."

Karya dan kepengarangan


Sebelum tahun [[1918]], Gibran sudah siap meluncurkan karya pertamanya dalam bahasa Inggris, "The Madman", "His Parables and Poems". Persahabatan yang erat antara Mary tergambar dalam "The Madman". Setelah "The Madman", buku Gibran yang berbahasa Inggris adalah "Twenty Drawing", 1919; "The Forerunne", [[1920]]; dan "[[Sang Nabi]]" pada tahun [[1923]], karya-karya itu adalah suatu cara agar dirinya memahami dunia sebagai orang dewasa dan sebagai seorang siswa sekolah di Lebanon, ditulis dalam bahasa Arab, namun tidak dipublikasikan dan kemudian dikembangkan lagi untuk ditulis ulang dalam bahasa Inggris pada tahun [[1918]]-[[1922]].
Sebelum terbitnya "Sang Nabi", hubungan dekat antara Mary dan Gibran mulai tidak jelas. Mary dilamar Florance Minis, seorang pengusaha kaya dari [[Georgia, Amerika Serikat|Georgia]]. Ia menawarkan pada Mary sebuah kehidupan mewah dan mendesaknya agar melepaskan tanggung jawab pendidikannya. Walau hubungan Mary dan Gibran pada mulanya diwarnai dengan berbagai pertimbangan dan diskusi mengenai kemungkinan pernikahan mereka, namun pada dasarnya prinsip-prinsip Mary selama ini banyak yang berbeda dengan Gibran. Ketidaksabaran mereka dalam membina hubungan dekat dan penolakan mereka terhadap ikatan perkawinan dengan jelas telah merasuk ke dalam hubungan tersebut. Akhirnya Mary menerima Florance Minis.

Pada tahun 1920 Gibran mendirikan sebuah asosiasi penulis Arab yang dinamakan Arrabithah Al Alamia (Ikatan Penulis). Tujuan ikatan ini merombak kesusastraan Arab yang stagnan. Seiring dengan naiknya reputasi Gibran, ia memiliki banyak pengagum. Salah satunya adalah Barbara Young. Ia mengenal Gibran setelah membaca "Sang Nabi". Barbara Young sendiri merupakan pemilik sebuah toko buku yang sebelumnya menjadi guru bahasa Inggris. Selama 8 tahun tinggal di New York, Barbara Young ikut aktif dalam kegiatan studio Gibran.

Gibran menyelesaikan "Sand and Foam" tahun [[1926]], dan "Jesus the Son of Man" pada tahun [[1928]]. Ia juga membacakan naskah drama tulisannya, "Lazarus" pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah itu Gibran menyelesaikan "The Earth Gods" pada tahun 1931. Karyanya yang lain "The Wanderer", yang selama ini ada di tangan Mary, diterbitkan tanpa nama pada tahun [[1932]], setelah kematiannya. Juga tulisannya yang lain "The Garden of the Propeth".

Amerika Serikat


Pada tahun 1911 Gibran pindah ke kota New York. Di New York Gibran bekerja di apartemen studionya di 51 West Tenth Street, sebuah bangunan yang sengaja didirikan untuk tempat ia melukis dan menulis.
Sebelum tahun 1912 "Broken Wings" telah diterbitkan dalam Bahasa Arab. Buku ini bercerita tentang cinta Selma Karami kepada seorang muridnya. Namun, Selma terpaksa menjadi tunangan kemenakannya sendiri sebelum akhirnya menikah dengan suami yang merupakan seorang [[uskup]] yang oportunis. Karya Gibran ini sering dianggap sebagai [[otobiografi]]nya.

Pengaruh "Broken Wings" terasa sangat besar di [[dunia Arab]] karena di sini untuk pertama kalinya wanita-wanita Arab yang dinomorduakan mempunyai kesempatan untuk berbicara bahwa mereka adalah istri yang memiliki hak untuk memprotes struktur kekuasaan yang diatur dalam perkawinan. Cetakan pertama "Broken Wings" ini dipersembahkan untuk Mary Haskell.

Gibran sangat produktif dan hidupnya mengalami banyak perbedaan pada tahun-tahun berikutnya. Selain menulis dalam bahasa Arab, dia juga terus menyempurnakan penguasaan [[bahasa Inggris]]nya dan mengembangkan kesenimanannya. Ketika terjadi perang besar di Lebanon, Gibran menjadi seorang pengamat dari kalangan nonpemerintah bagi masyarakat [[Suriah Amerika|Suriah]] yang tinggal di Amerika.

Ketika Gibran dewasa, pandangannya mengenai dunia Timur meredup. [[Pierre Loti]], seorang novelis Perancis, yang sangat terpikat dengan dunia Timur pernah berkata pada Gibran, kalau hal ini sangat mengenaskan! Disadari atau tidak, Gibran memang telah belajar untuk mengagumi kehebatan Barat.

Kehidupan Awal


Kahlil Gibran lahir di [[Basyari]], [[Libanon]] dari keluarga katholik-maronit. [[Bsharri]] sendiri merupakan daerah yang kerap disinggahi [[badai]], [[gempa]] serta [[petir]]. Tak heran bila sejak kecil, mata Gibran sudah terbiasa menangkap fenomena-fenomena alam tersebut. Inilah yang nantinya banyak memengaruhi tulisan-tulisannya tentang alam.
Pada usia 10 tahun, bersama ibu dan kedua adik perempuannya, Gibran pindah ke [[Boston, Massachusetts]], Amerika Serikat. Tak heran bila kemudian Gibran kecil mengalami kejutan budaya, seperti yang banyak dialami oleh para imigran lain yang berhamburan datang ke Amerika Serikat pada akhir [[abad ke-19]]. Keceriaan Gibran di bangku sekolah umum di [[Boston]], diisi dengan masa akulturasinya maka bahasa dan gayanya dibentuk oleh corak kehidupan Amerika. Namun, proses Amerikanisasi Gibran hanya berlangsung selama tiga tahun karena setelah itu dia kembali ke [[Beirut]], di mana dia belajar di Madrasah Al-Hikmat sejak tahun [[1898]] sampai [[1901]].

Selama awal masa remaja, visinya tentang tanah kelahiran dan masa depannya mulai terbentuk. [[Kesultanan Usmaniyah]] yang sudah lemah, sifat munafik organisasi gereja, dan peran kaum wanita [[Asia Barat]] yang sekadar sebagai pengabdi, mengilhami cara pandangnya yang kemudian dituangkan ke dalam karya-karyanya yang berbahasa Arab.

Gibran meninggalkan tanah airnya lagi saat ia berusia 19 tahun, namun ingatannya tak pernah bisa lepas dari Lebanon. Lebanon sudah menjadi inspirasinya. Di Boston dia menulis tentang negerinya itu untuk mengekspresikan dirinya. Ini yang kemudian justru memberinya kebebasan untuk menggabungkan 2 pengalaman budayanya yang berbeda menjadi satu.

Gibran menulis drama pertamanya di [[Paris]] dari tahun 1901 hingga [[1902]]. Tatkala itu usianya menginjak 20 tahun. Karya pertamanya, "Spirits Rebellious" ditulis di Boston dan diterbitkan di [[New York City]], yang berisi empat cerita kontemporer sebagai sindiran keras yang menyerang orang-orang korup yang dilihatnya. Akibatnya, Gibran menerima hukuman berupa pengucilan dari [[gereja Maronit]]. Akan tetapi, sindiran-sindiran Gibran itu tiba-tiba dianggap sebagai harapan dan suara pembebasan bagi kaum tertindas di Asia Barat.

Masa-masa pembentukan diri selama di Paris cerai-berai ketika Gibran menerima kabar dari Konsulat Jendral Turki, bahwa sebuah tragedi telah menghancurkan keluarganya. Adik perempuannya yang paling muda berumur 15 tahun, Sultana, meninggal karena TBC.

Gibran segera kembali ke Boston. Kakaknya, Peter, seorang pelayan toko yang menjadi tumpuan hidup saudara-saudara dan ibunya juga meninggal karena [[TBC]]. Ibu yang memuja dan dipujanya, Kamilah, juga telah meninggal dunia karena tumor ganas. Hanya adiknya, Marianna, yang masih tersisa, dan ia dihantui trauma penyakit dan kemiskinan keluarganya. Kematian anggota keluarga yang sangat dicintainya itu terjadi antara bulan [[Maret]] dan [[Juni]] tahun [[1903]]. Gibran dan adiknya lantas harus menyangga sebuah keluarga yang tidak lengkap ini dan berusaha keras untuk menjaga kelangsungan hidupnya.

[[Berkas:Khali Gibran.jpg|thumb|Foto Kahlil Gibran oleh [[Fred Holland Day]], skt. 1898.]]
Di tahun-tahun awal kehidupan mereka berdua, Marianna membiayai penerbitan karya-karya Gibran dengan biaya yang diperoleh dari hasil menjahit di Miss Teahan's Gowns. Berkat kerja keras adiknya itu, Gibran dapat meneruskan karier keseniman dan kesasteraannya yang masih awal.

Pada tahun 1908 Gibran singgah di Paris lagi. Di sini dia hidup senang karena secara rutin menerima cukup uang dari Mary Haskell, seorang wanita kepala sekolah yang berusia 10 tahun lebih tua namun dikenal memiliki hubungan khusus dengannya sejak masih tinggal di Boston. Dari tahun 1909 sampai 1910, dia belajar di School of Beaux Arts dan Julian Academy. Kembali ke Boston, Gibran mendirikan sebuah studio di West Cedar Street di bagian kota Beacon Hill. Ia juga mengambil alih pembiayaan keluarganya.